كتاب العلم | باب مَا يُسْتَحَبُّ لِلْعَالِمِ إِذَا سُئِلَ أَىُّ النَّاسِ أَعْلَمُ فَيَكِلُ الْعِلْمَ إِلَى اللَّهِ
Kitab 3 | Pengetahuan
Bab 44 | Anjuran untuk seorang alim, bila ditanya tentang siapakah yang lebih mengetahui, hendaklah mengembalikan ilmu kepada Allah
Nomor 122 / 7563 | Versi :
Fathul Bari: Ibn Hajar Al-Asqolani;
Al-Lu'Lu' wal Marjan: M. Fu'ad Abdul Baqi'
Nomor 119 / 7008 | Versi:
Dar Tuq An-Najah
MSA-USC
Nomor 1 / 2752 | Versi:
Mukhtashar - Al-Albani
SHAHIH menurut: Ijma' Ulama
"Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Sufyan, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami ‘Amr, ia berkata:
Telah mengabarkan kepadaku Sa’id bin Jubair, ia berkata: Aku bertanya kepada Ibnu ‘Abbas, ‘Sesungguhnya Nawf Al-Bikali mengklaim bahwa Musa (dalam kisah ini) bukanlah Musa dari Bani Israil, melainkan Musa lain.’
Ibnu ‘Abbas menjawab: ‘Musuh Allah itu berdusta! Ubay bin Ka’b telah menceritakan kepada kami dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:
‘Suatu hari, Nabi Musa berdiri berkhutbah di hadapan Bani Israil. Lalu ia ditanya, “Siapakah manusia paling berilmu?” Musa menjawab, “Aku.”
Allah pun menegurnya karena tidak mengembalikan ilmu kepada-Nya. Kemudian Allah mewahyukan kepadanya: “Di pertemuan dua laut, ada seorang hamba-Ku yang lebih berilmu daripadamu.”
Musa berkata, “Wahai Rabb, bagaimana cara menemukannya?”
Allah berfirman, “Bawalah ikan dalam keranjang. Jika ikan itu hilang, di situlah engkau akan menemukannya.”
Musa pun pergi bersama Yusa’ bin Nun, membawa ikan dalam keranjang. Saat mereka sampai di dekat batu besar, mereka meletakkan kepala mereka dan tertidur. Tiba-tiba ikan itu menyelinap keluar dari keranjang dan menghilang ke laut seperti terowongan. Musa dan Yusa’ terheran. Mereka melanjutkan perjalanan sehari semalam. Keesokan harinya, Musa berkata kepada Yusa’, “Bawalah makanan kita. Kita telah letih dalam perjalanan ini.”
Namun, Musa tidak merasa letih sampai mereka melewati tempat yang diperintahkan.
Yusa’ lalu berkata, “Tahukah engkau? Saat kita berlindung di batu besar, aku lupa memberitahumu tentang ikan itu.”
Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari!” Mereka pun kembali menyusuri jejak mereka.
Sesampainya di batu besar, mereka melihat seorang lelaki berselimut kain. Musa mengucapkan salam.
Al-Khidr berkata, “Darimana datangnya salam di negerimu ini?”
Musa menjawab, “Aku Musa.”
Al-Khidr bertanya, “Musa dari Bani Israil?”
“Ya,” jawab Musa. “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkanku ilmu yang benar?”
Al-Khidr berkata, “Engkau tak akan sanggup sabar bersamaku. Wahai Musa, aku memiliki ilmu dari Allah yang tidak kau ketahui, dan engkau pun memiliki ilmu yang tidak aku ketahui.”
Musa berkata, “Insya Allah, engkau akan mendapati aku sabar dan tidak membantahmu.”
Mereka pun berjalan di tepi pantai tanpa perahu. Tiba-tiba sebuah kapal melintas. Mereka meminta tumpangan, dan kru kapal mengenali Al-Khidr, lalu membawa mereka tanpa bayaran.
Seekor burung datang, mematuk air laut sekali atau dua kali.
Al-Khidr berkata, “Ilmuku dan ilmumu dibanding ilmu Allah hanyalah seperti patukan burung ini di lautan.”
Kemudian Al-Khidr mencabut salah satu papan kapal.
Musa protes, “Mengapa engkau merusak kapal mereka padahal mereka membawa kita gratis?”
Al-Khidr menjawab, “Bukankah telah kukatakan engkau tak akan sabar?”
Musa berkata, “Jangan hukum aku karena kelupaanku.” Ini adalah kelalaian pertama Musa.
Mereka melanjutkan perjalanan dan melihat seorang anak bermain dengan kawan-kawannya. Al-Khidr mencabut kepala anak itu.
Musa terkejut, “Mengapa engkau bunuh jiwa yang suci tanpa alasan?”
Al-Khidr berkata, “Bukankah telah kukatakan engkau tak akan sabar?”
Mereka sampai di suatu desa dan meminta makanan, tetapi penduduk menolak. Di sana, mereka menemukan tembok yang hampir roboh. Al-Khidr memperbaikinya dengan tangannya.
Musa berkata, “Andai kau mau, engkau bisa meminta upah.”
Al-Khidr menjawab, “Inilah perpisahan kita.”
Nabi ﷺ bersabda, “Semoga Allah merahmati Musa. Andai ia bersabar, tentu kita akan tahu kelanjutan kisah mereka.”
..........
Aku berkata kepada Ibnu Abbas, "Nauf Al-Bakali mengklaim bahwa Musa (sahabat Khidir) bukanlah Musa dari Bani Israil, melainkan Musa yang lain." Ibnu Abbas pun berkata, "Musuh Allah (Nauf) itu pendusta."
Diriwayatkan oleh Ubai bin Ka’b:
Nabi ﷺ bersabda, "Suatu ketika Nabi Musa berdiri dan berkhutbah di hadapan Bani Israil. Ia ditanya, ‘Siapakah orang yang paling berilmu di antara manusia?’ Musa menjawab, ‘Aku yang paling berilmu.’ Allah menegurnya karena tidak mengembalikan ilmu mutlak kepada-Nya. Lalu Allah mewahyukan, ‘Di pertemuan dua laut, ada seorang hamba-Ku yang lebih berilmu daripadamu.’ Musa bertanya, ‘Wahai Rabbku, bagaimana aku bisa menemukannya?’ Allah berfirman, ‘Bawalah ikan dalam keranjang, dan engkau akan menemukannya di tempat ikan itu menghilang.’
Musa pun berangkat bersama pembantunya, Yusya’ bin Nun, membawa ikan dalam keranjang. Saat mereka sampai di sebuah batu, mereka berbaring dan tertidur. Ikan itu keluar dari keranjang dan masuk ke laut melalui lorong seperti terowongan. Musa dan pembantunya heran, lalu melanjutkan perjalanan hingga pagi. Ketika fajar tiba, Musa berkata kepada pembantunya, ‘Bawalah makanan kita. Sungguh, kita telah letih dalam perjalanan ini.’
Setelah melewati tempat yang dimaksud, pembantunya berkata, ‘Ingatkah ketika kita di dekat batu itu? Aku lupa menceritakan tentang ikan.’ Musa berkata, ‘Itulah tujuan kita!’ Mereka pun kembali ke batu tersebut. Di sana, mereka melihat seorang lelaki berselimut kain. Musa memberi salam, tetapi Khidir menjawab, ‘Bagaimana salam di negerimu?’ Musa berkata, ‘Aku Musa.’ Khidir bertanya, ‘Musa dari Bani Israil?’ Musa membenarkan dan memohon, ‘Bolehkah aku mengikutimu agar kau ajarkan ilmu yang diajarkan Allah kepadamu?’
Khidir menjawab, ‘Kau tak akan sanggup sabar bersamaku, wahai Musa! Aku memiliki ilmu dari Allah yang tak kau ketahui, dan kau pun memiliki ilmu yang tak aku ketahui.’ Musa bersumpah, ‘Dengan izin Allah, aku akan sabar dan tak akan melawanmu.’ Mereka berjalan di tepi laut tanpa perahu. Tiba-tiba, sebuah perahu lewat dan mengajak mereka naik tanpa bayaran. Kru perahu itu mengenali Khidir.
Seekor burung pipit hinggap di tepi perahu dan mematuk air laut sekali atau dua kali. Khidir berkata, ‘Ilmuku dan ilmumu tidak mengurangi ilmu Allah, kecuali seperti air yang dikurangi patukan burung ini.’ Khidir lalu mencabut papan perahu. Musa protes, ‘Mereka memberi kita tumpangan gratis, tapi kau merusak perahu mereka?’ Khidir menegur, ‘Bukankah sudah kukatakan kau tak akan sabar?’ Musa meminta maaf, ‘Jangan hukum aku atas kelupaanku.’
Kemudian mereka menemukan anak kecil bermain. Khidir mencabut kepalanya (membunuhnya). Musa terkejut, ‘Kau bunuh jiwa tak bersalah?’ Khidir kembali mengingatkan, ‘Bukankah sudah kuperingatkan?’ Mereka melanjutkan perjalanan sampai ke sebuah kota. Penduduknya menolak memberi mereka makanan. Di sana, mereka melihat tembok hampir roboh. Khidir memperbaikinya. Musa berkata, ‘Andai kau mau, kau bisa meminta upah.’ Khidir menjawab, ‘Inilah perpisahan kita.’
Nabi ﷺ bersabda, ‘Semoga Allah merahmati Musa! Andai ia lebih sabar, kita akan tahu lebih banyak kisahnya dengan Khidir.’
عربي
(Arab Hijaiyah)ترجمة كل عبارة
(Terjemah per-frase)Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi 'Abdullah bin Az Zubair, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Sufyan, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id Al Anshari, dia berkata: Telah mengabarkan kepadaku Muhammad bin Ibrahim At Taimi, bahwa dia mendengar Alqamah bin Waqqash Al Laitsi berkata: Aku mendengar Umar bin Al Khattab radliallahu 'anhu di atas mimbar berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya setiap perbuatan hanya tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang hanya (memperoleh) sesuai yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada urusan duniawi, (maka Allah) memberinya (duniawi itu) atau kepada seorang wanita (untuk) menikahinya, maka hijrahnya tersebut sesuai hanya (dengan apa yang) dia (niatkan) berhijrah kepadanya."
"Sesungguhnya setiap perbuatan hanya tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang hanya (memperoleh) sesuai yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada urusan duniawi, (maka Allah) memberinya (duniawi itu) atau kepada seorang wanita (untuk) menikahinya, maka hijrahnya tersebut sesuai hanya (dengan apa yang) dia (niatkan) berhijrah kepadanya."
dfghsfghsfgh
srthryhh
Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi 'Abdullah bin Az Zubair, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Sufyan, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id Al Anshari, dia berkata: Telah mengabarkan kepadaku Muhammad bin Ibrahim At Taimi, bahwa dia mendengar Alqamah bin Waqqash Al Laitsi berkata: Aku mendengar Umar bin Al Khattab radliallahu 'anhu di atas mimbar berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya setiap perbuatan hanya tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang hanya (memperoleh) sesuai yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada urusan duniawi, (maka Allah) memberinya (duniawi itu) atau kepada seorang wanita (untuk) menikahinya, maka hijrahnya tersebut sesuai hanya (dengan apa yang) dia (niatkan) berhijrah kepadanya."
Shahih Bukhari - 52
Shahih Bukhari - 6195
Shahih Bukhari - 6439